PEMERINTAH KABUPATEN NDUGA
DISTRIK MBUA
LAPORAN TIM
INVESTIGASI
TEAM LOKAL
KEMATIAN ANAK / BALITA DI KABUPATEN NDUGA PAPUA
TAHUN 2015-2017
BAB I.
LATAR BELAKANG
Pembangunan
yang dilakukan pada masyarakat Papua melalui Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001
tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua ( UU Otsus), terdapat 4 (empat)
sektor prioritas yang harus menjadi perhatian penting dari pemerintah daerah
baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota di Papua, yakni sektor
pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan dan pembangunan infrastruktur
Perumahan yang layak Huni
Pembangunan dibidang
kesehatan telah dipertegas dalam Bab XVII, Pasal 59 UU Otsus. Pengaturan ini dimaksudkan agar memberikan solusi atas
persoalan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di provinsi papua. Penduduk di
Provinsi Papua pada umumnya dan khususnya orang asli Papua, dalam berbagai
kebijakan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah belum dapat menjawab
permasalahan dibidang kesehatan, padahal aspek kesehatan adalah salah satu hak
asasi manusia yang telah diatur dalam berbagai instrumen hukum internasional
dan instrument hukum nasional dan menjadi kewajiban negara untuk memenuhi hak
tersebut.
Kebijakan otonomi khusus sebagai peluang bagi penduduk
dan orang asli Papua diharapkan dapat menjawab permasalahan masyarakat dibidang
Perumahan Layak Huni,kesehatan.
Sektor ini harus mendapat
perhatian serius agar terpenuhinya kesehatan yang layak serta adanya
pengembangan sumber daya manusia Papua untuk mengejar ketertinggalan dalam
aspek ilmu pengetahuan dengan adanya skill yang memadai untuk siap membangun
dirinya dan daerah menuju suatu kualitas hidup yang lebih baik. Sektor
kesehatan mendapat perhatian melalui pengaturan dalam Pasal 34 huruf e yakni
adanya alokasi dana berupa penerimaan khusus yang dapat dipergunakan untuk
penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Selain dari penerimaan khusus adapula
sumber pendanaan lain yakni yang berasal dari bagi hasil sumber daya alam
sector pertambangan minyak-gas alam dalam Pasal 56 ayat (1) Undang Undang Nomor
21 Tahun 2001. Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Otsus dengan tegas menyatakan
tentang kewajiban pemerintah provinsi untuk menetapkan standar mutu dan
memberikan pelayanan kesehatan bagi penduduk. Selain itu, diatur pula kewajiban
pemerintah provinsi, dan kabupaten/kota untuk menanggulangi penyakit-penyakit
endemis atau penyakit-penyakit yang membahayakan kelangsungan hidup penduduk.
Kewajiban pemerintah daerah untuk memenuhi kebutuhan akan kesehatan penduduk,
dilakukan dengan tidak membebani masyarakat yang kurang mampu secara social
ekonomi namun memperoleh pelayanan kesehatan dengan biaya yang
serendah-rendahnya .
Ketertinggalan
pembangunan dibidang kualitas sumber daya manusia juga disebabkan oleh
rendahnya kualitas hidup penduduk Provinsi Papua yang sangat dipengaruhi oleh
rendahnya kualitas pelayanan kesehatan dan gizi terutama terhadap penduduk yang
berada didaerah terpencil. Keadaan ini pada dasarnya terdapat indikator
tingginya
kematian anak-anak dan balita yang sebabkan
masih tingginya tingkat kematian bayi, tingkat kematian anak dan tingkat
kematian ibu. Sebagaimana ditempat-tempat lain, mutu sumber daya manusia Papua
juga ditentukan oleh tingkat kesehatan masyarakat pada umumnya, selain sektor
pendidikan, ekonomi dan sosial.
Sejak
bulan Oktober, Nopember dan Desember ini
terjadi kematian anak, ibu, dan orang dewasa di Kabupaten Nduga yang
sampai saat ini belum ada perhatian yang
memadai dari Pemerintah Kabupaten,
Pemerintah Provinsi maupun dari Pemerintah Pusat , sehingga kematian demi
kematian terus dialami oleh penduduk namun ironisnya tidak ada sulusi yang diambil oleh Pemerintah untuk menyudahi
kematian masal di Kabupaten Nduga, Hal ini dikawatirkan lambat laun akan
membunuh generasi penerus Orang Asli Papua di Kabupaten Nduga ataupun di Tanah
Papua pada umumnya. Tentu saja hal ini tidak sesuai dengan amanat Otsus yang
mengaamanatkan
Kematian
ini menjebabkan rendahnya kualitas manusia di papua pada khususnya wilayah
pengunungan,terutama kematian anak dan kematian ibu dalam tiap bualan puluan orang meninggal Dunia
Kodisi kematian anak di Pap
BAB II
KRONOLOGIS KEJADIAN
1. Kematian hewan di alam bebas
a)
Kematian katak :
Semua
jenis katak yang ada dirawa, dihutan maupun di sungai rata-rata mati dengan
tidak diketahui penyebabnya, kematian ini bukan satu persatu mati, namun secara
masal dan dalam radius yang sangta luas
b)
Kamatian ikan
Setelah
katak dialam terbuka mati, menyusul ikan-ikan di kolam, disungai juga mati
secara masal dengan jumlah yang sangat banyak dan dalam radius yang sangat
luas, Masyarakat tidak berani untuk memakan bangkai ikan, namun dikawatirkan
ada sebagaian masyarakat yang memakan ikan dan menjadi penyebab kematian pada
manusia.
c)
Kematian hewan lainnya
Hewan-hewan
lain dihutan juga sebagaian mati mendadak seperti burung, kelelawar dll
Binatang yang mati di alam bebas
Katak
dan ikan mati jika masyarakat pun
komsumsi
binatang mati tersebut ini sala satu bukti kematian anak itu terjadi
Kematian
hewan peliharaan
Setelah
katak, ikan, maka hewan peliharaan juga mengalami kematian misterius, kematian
berlanjut dari hari ke hari sampai sekarang seperti babi, ayam, kematian hewan
peliharaan ini makin hari jumlahnya makin meningkat dan menyebar ke seluruh
Distrik di Kabupaten Nduga data yang menghimpun Tim investigasi local sebagai berikut :
No
|
Gereja/Kampung
|
Babi
|
Ayam
|
1
|
Desa
Otalama
|
50
|
36
|
2
|
Desa
Mbu
|
31
|
49
|
3
|
Desa
Digilmo
|
61
|
25
|
4
|
Desa
Kpgomaru
|
2
|
37
|
5
|
Desa
Opma
|
47
|
51
|
6
|
Desan
Arugia
|
46
|
23
|
Jumlah
|
Total
|
237
|
221
|
BAB III.
KEMATIAN
ANAK/ BALITA
Sejak
bulan Oktober, Nopember dan Desember 2015 sampai tahun 2016 dan 2017 jumlah total angka yang
meninggal 96 anak ,29 orang dewwasa saat
ini kematian anak/ balita terus
mengalami peningkatan, kematian ditandai dengan
panas badan, kejang kejang , batuk-batuk, demam dan dalam jangka waktu 6
jam maka si penderita akan meninggal dunia. Data dari setiap Distrik yang dapat
dihimpun adalah sebagai berikut.
Kematian
Balita di Distrik Mbua Kabupaten Nduga Papua.2015-17
DISTRIK
|
DESA
|
ANAK
|
DEWASA
|
JUMLAH
|
Mbua
|
Otalama
|
10
|
5
|
|
Dinggilmo
|
21
|
-5
|
||
Opmo
|
15
|
3
|
||
Yerusalem
|
19
|
4
|
||
Arugia
|
7
|
2
|
||
Mbulmuyalma
|
Labrik
|
15
|
3
|
|
Dal
|
Uburu
|
4
|
5
|
|
Berabel
|
5
|
2
|
||
JUMLAH
|
96
|
29
|
129
|
Angka jumlah ini semakin meningkat
terus menerus sampai saat ini
karena
kurangnya perhatian Pemerintah daerah maupun Pemerintah Pusat untuk menangani
Kasus ini secara serius .
sala satu Faktor utama adalah belum ada
petugas medis yang di tugaskan di
Distrik Mbua ,Dal, dan Bulmu Yalma
sampai detik ini
walapun banyak Tim yang di turunkan dari
Pemerintah Pusat maupun pemerintah daerah untuk
menangani kasus ini ke TKP namun sayangnya
yang di turun Disana adalah apart aparat
TNII/POLRI jika Masyarakat sempat pengungsi satu malam ke Htan-Hutan karena
petugas tibah jam 10 Malam dengan 12 strada di lengkapi dengan senjatah Berat.
Sekarang Distik Mbua Dal Yigi bukan di isi
dengan pihak kesehatan namun Aparat TNI yang
menguasi Kantor distrik jika pendekatan antara masyarakat dengan Aparat
TNI yustru lebih rumit
BAB IV.
PENANGANAN
DARI PEMERINTAH
1.
Pemerintah
Kabupaten
Pemerintah Kabupaten Nduga telah beberapa kali
turun ke lapangan/lokasi untuk melihat kejadian yang sebenarnya, namun tidak
tuntas karena hanya beberapa lokasi yang dilihat dan tidak dipantau secara
terus menerus dan sampai saat ini tidak ada kejelasan penanganannya dan malah
bersikap seolah olah tidak ada kejadian.
Dan Bupati sendiri melangsirkan beberapa media
cetak Bahwa kejadian kematian anak di Distrik Mbua Wilayah Mbua Kabupaten Nduga
adalah Kutukan
Ini sala satu media cetak yang seorang Bupati
Nduuga Muat
2.
Pemerintah Provinsi.
Kita akui bahwa Pemerintah
Provinsi juga pernah menurunkan Tim
untuk menyelidiki musibah kemanusiaan tersebut, namun tidak tuntas dan hanya
berkunjung di beberapa Distrik dan laporannya juga tidak akurat sehingga solusi
pencegahannya juga tidak tepat sehingga sampai saat ini masih terjadi kematian
anak/ balita
3.
Pemerintah Pusat
Pemerintah Pusat tidak begitu
jelas apakah sudah pernah melakukan penelitian dan turun ke lapangan atau
tidak, masalahnya instruksi pencegahan
musibah kemanusiaan tersebut belum pernah ada dari pemerintah pusat, Kalaupun
ada TIM hanya mengumpulkan laporan laporan dan dibawa ke Jakarta seolah olah
hal tersebut merupakan hasil penelitian, Makanya sampai saat ini belum ada
solusi yang baik untuk mencegah
kematian Balita dan orang dewasa di Kabupaten Nduga.
BAB V.
KESIMPULAN
Dari uraian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa
1. Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat
tidak menangani masalah kematian balita Distrik Mbua Kabupaten Nduga dengan
serius dan malah dengan sengaja melakukan pembiaran kematian masyarakat Nduga
hal ini terbukti yang sampai saat ini tidak ada solusi atau kebijakan yang
diambil Pemerintah untuk mencegah kematian Balita/anak. Hal ini dikawatirkan
generasi Orang Asli Papua asal Kabupaten Nduga akan mengalami kepunahan.
2. Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Pusat tidak
melakukan pencegahan kematian hewan yang berada di alam terbuka maupun hewan
peliharaan, hal ini dikawatikan akan mengakibatkan punahnya hewan-hewan langka
ataupun hewan peliharaan dan hewan endemi lainnya hal ini juga mengakibatkan
berkurangnya pasokan gizi hewani yang sangat dibutuhkan untuk penyokong
perrtumbuhan masyarakat Nduga pada umumnya.
3. Dana Otonomi Khusus untuk sektor kesehatan adalah prioritas utama
sehingga pelayanan kesehatan diseluruh
Papua harus diutamakan termasuk pelayanan kesehatan di Kabupaten Nduga.
4. Peristiwa kematian Balita, maupun hewan-hewan diduga
penanganannya dilakukan melalui system
“ PROYEK “. Tujuan utama bukan mencegah musibah “ KEMATIAN Balita, , dan hewan
“ tetapi semata-mata menghabiskan
sejumlah anggaran proyek atau di “
bisniskan “ sehingga sampai saat ini
belum ada solusi pencegahan musibah kematian tersebut.
BAB VI.
REKOMENDASI
a. Pemerintah Kabupaten Nduga, Pemerintah Provinsi Papua dan
Pemerintah Pusat harus segera melakukan
pencegahan musibah kematian balita,
serta hewan peliharaan di
Kabupaten Nduga. dan harus menemukan penyebab KEMATIAN.
b. Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Pusat harus
menambah tenaga medis untuk Kabupaten Nduga.
c. Pemerintah Kabupaten Nduga, Pemerintah Provinsi Papua, harus
memperlancar penyaluran bantuan makanan bergizi,dan Obat-obatan.
d. Pemerintah segera membentuk TIM Investigasi untuk mencari penyebab
kematian anak/balita
e. Pemerintah harus mengusut oknum-oknum yang main-main anggaran
proyek dibidang kesehatan dalam rangka penanganan musibah di Kabupaten Nduga
karena diduga ada oknum tertentu yang menyelesaikan kegiatan yang di bisniskan;
f. Musibah Nduga ini apabila dibandingkan dengan peristiwa di
Kabupaten Tolikara beberapa waktu lalu lebih dasyat dampak psykologisnya
sehingga Bupati, Gubernur, Menteri, Presiden
harus turun ke Kabupaten Nduga untuk melihat musibah kematian masal yang
dialami anak/ balita diKabupaten Nduga,
dan jangan sampai pemerintah dituduh
melakukan pembiaran pembunuhan secara sistematis.
Demikian laporan kami, semoga
laporan ini dapat dipergunakan untuk
mengambil langkah langkah nyata untuk pencegahan musibah kemanusiaan di
Kabupaten Nduga maupun Provinsi Papua pada umumnya.
Walaupun peristiwa ini
terjaddi
Sekian terima kasih.
KLB di Distrik
Mbua Sudah Tewaskan 55 Anak, Bupati Bilang Penyakit Kutukan
Jayapura
(SP)—Bupati Kabupaten Nduga, Yairus Gwijangge menduga penyakit
misterius yang terjadi di Distrik Mbua Kabupaten Nduga yang sudah menewaskan
sedikitnya 55 anak ada kaitannya dengan perang saudara yang terjadi satu tahun
silam dan belum di selesaikan secara adat.
“Analisa
apa pun terhadap penyakit misterius yang terjadi didaerah saya tidak akan
membuahkan hasil, saya menilai itu penyakit kutukan, karena selama ini perang
saudara atau perang suku di Nduga yang terjadi satu tahun silam belum
dituntaskan dengan baik”, kata Yairus kepada wartawan di Jayapura, Sabtu
(16/1/2016) semalam.
Diakuinya
bahwa, selama terungkapnya kematian massal di Disrik Mbua di media, memang
banyak komentar dari masyarakat bahwa Pemerintah Nduga tidak menangani penyakit
misterius ini dengan serius dan tidak mau turun ke lapangan.
“Saya
akui secara pribadi akui hal itu. Sampai saat ini saya sendiri belum pernah
turun ke di Distrik Mbua, selama ini hanya Wakil Bupati yang sudah dua kali
saya perintahkan untuk turun mengecek perkembangannya, tapi ada tenaga
medis yang saya tempatkan disana untuk menangani penyakit misterius itu,”
ucapnya.
Selaku
Kepala Daerah, Yairus telah meminta petugas teknis yang ada disana untuk
mengecek dengan serius apakah kematian itu disebabkan penyakit atau mungkin
masalah adat yang belum didudukan atau diselesaiakan secara adat dengan baik.
Menurut
Yairus, hampir satu tahun setengah sejak tahun 2013, pernah terjadi perang
saudara antar masyarakat Kabupaten Nduga di Kota Wamena. Lalu kemudian pada
saat penyelesaian akhir perang itu, tidak didudukan dengan baik adat secara
baik.
“Saya
salah satu korban yang selama ini merasa perang saudara itu belum didudukan
secara baik. Hingga imbas dari perang saudara itu, kini membawa korban tidak
bersalah sampai sekarang, dengan timbulnya penyakit misterius itu,” ungkapnya.
Yairus
menandaskan, tidak perlu mencari obat dan tenaga medis yang ahli sampai
keliling dunia untuk menyelesaikan penyakit misterius ini.
“Sudah
banyak tenaga medis yang kita kirim, baik dari pusat, provinsi mau pun
kabupaten sendiri, tapi tidak memberikan solusi dalam menuntaskan
penyakit misterius tersebut. Solusi untuk menyelesaikan persoalan ini,
hanya ada melalui orang-orang yang terlibat dalam perang, seperti saudara
Eliezer Tabuni, Dinar Kelnea, Wentius, Paulus G, Lok Lokbere dan beberapa orang
yang terlibat dalam peperangan” jelasnya.
Yarius
menghimbau agar orang-orang yang terlibat dalam perang saudara ini
kembali mendudukan masalah perang saudara itu kembali. Sebab apabila masalah
perang saudara ini tuntas, maka dengan sendirinya penyakit kutukan ini akan
berhenti dengan sendirinya.
“Solusinya
oknum yang terlibat perang suku itu harus dihadirkan. Mereka harus dudukkan
adat dengan baik. Maka pemulihan secara massal akan terjadi. Lalu saya juga
secara pribadi akan turun ke Mbua untuk melakukan pemulihan. Saya kalau hadir
ke Mbua juga tidak berani makan disana, karena kuatnya masalah adat di
Kabupaten Nduga, “ kata Yariu.
Dirinya khawatir kalau hal ini
dibiarkan terus-menerus, maka korban terhadap masyarakat yang tidak
bersalah khususnya anak-anak akan terus berjatuhan.
“Kematian
secara massal ini tidak dilakukan oleh seseorang. Ini bersumber dari ketidak
beresan penyelesaian adat dari masalah perang saudara, jadi apa pun yang
disampaikan aktivis HAM atau pemerhati kesehatan tidak akan membuahkan hasil,
kalau hanya meminta pemerintah menyelesaikannya, ini penyakit kutukan, namanya
orang Nduga adatnya sangat kuat dan selalu mendahulukan adat ketimbang agama”,
kata Bupati lagi.
Sementara
itu staf Dinas Kesehatan Kabupaten Nduga, Ahmad mengatakan hingga kini korban
tewas akibat terserang penyakit pertusis menyebar di tiga distrik. Seperti di
wilayah Mbua, Kabupaten Nduga, sudah 55 orang yang tewas.
“Terakhir
ada lima balita yang meninggal. Beberapa hari lalu ada satu bayi meninggal yang
dibakar oleh keluarganya. Kematian balita di Mbua masih terus bertambah hingga
sekarang,” ujarnya, Senin (11/1/2016).
Menurut
dia, keterbatasan tenaga kesehatan dan fasilitas pendukung menjadi kendala
utama penanganan KLB penyakit pertusis di Mbua.
“Di
Puskesmas Mbua hanya ada satu perawat dan dua bidan eks misi. Kondisi geografis
di sana juga sangat sulit. Kami dari Dinkes Nduga turun membantu Puskesmas Mbua
untuk menangani masalah ini,” tutur Ahmad.
Ia juga
menuturkan, tiga distrik di wilayah Mbua yang terserang penyakit pertusis itu
sangat jauh letaknya dari Kenyam, ibu kota Kabupaten Nduga.
Perjalanan
ke Mbua dari Kenyam membutuhkan waktu selama satu pekan melalui jalan setapak
melewati hutan belantara dengan medan berat menyusuri gunung-gunung terjal dan
sungai-sungai besar.
Alternatif
lain menuju Mbua menggunakan pesawat terbang dengan waktu tempuh sekitar 30
menit dari Kenyam.
Sebelumnya
di pertengahan Desember 2015 lalu, Kementerian Kesehatan telah mengirimkan tim
untuk meneliti penyebab kematian para anak balita di Distrik Nduga tersebut.
Dimana
setelah menguji sampel warga dan diuji laboratorium, menunjukkan ada dua macam
kuman yang menjangkit di daerah tersebut.
Hasil uji laboratorium menunjukkan ada kuman Pneumococcus danJapanese encephalitis.
Dua macam kuman penyakit itu umum di Indonesia dan paling berisiko bagi
anak-anak.
”Pneumococcus
itu kependekan dari Streptococcus pneumonia dan tergolong bakteri,” ucap
Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio seperti dikutip dari
Harian KOMPAS (5/12/15).
Bakteri
itu khas di saluran pernapasan, termasuk pada saluran napas orang sehat namun
biasanya tidak memicu penyakit. Orang yang rentan terinfeksi adalah anak-anak
dan orang lanjut usia karena daya tahan tubuh mereka lebih lemah.
Mayoritas
penyakit akibat Streptococcus pneumonia terjadi pada anak-anak. Penyakit bisa
berupa pneumonia atau radang paru-paru serta gangguan pendengaran. Infeksi juga
bisa terjadi di bagian saluran pernapasan lain seperti sinus (rongga kecil di
belakang tulang pipi dan dahi).
Gejala
anak yang tertular bakteri itu antara lain sakit tenggorokan, muntah, demam,
dan kejang-kejang. Jika menyerang paru-paru, bisa menyebabkan kematian. Meski
sudah ada vaksin Streptococcus pneumonia, itu belum jadi bagian program
imunisasi yang dijalankan pemerintah karena harganya mahal dan masih dikaji
efektivitasnya.
Sementara
virus Japanese encephalitis bisa menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya.
Biasanya, virus ini ditemukan pada babi dan unggas liar, dan ditularkan ke
manusia lewat gigitan nyamuk. Jika virus menyerang jaringan saraf, angka
kematiannya 60 persen. Mayoritas pasien sembuh. Gejala yang biasa ditemukan
ialah demam.
Kelompok
rentan terserang Japanese encephalitis adalah anak-anak hingga remaja karena
sistem kekebalan tubuh lemah.
Cara pencegahannya antara lain menjaga kebersihan lingkungan,
terutama mencegah nyamuk berkembang biak. Jika memelihara babi, jaga kebersihan
kandang. ”Pengobatan untuk mengatasi demam,” ucap Amin. (TR/AMR/R1/C)
LAMPIRAN :
Foto Kematian anak/Balita
Mbua 9
Desember 2015
PELAPOR
TIM INVESTIGASI
|
|||
NO
|
NAMA
|
KETUA/ANGGOTA
|
TANDATANGAN
|
1
|
ERIAS
GWIJANGGE
|
Ketua TIM
|
|
2
|
DINARD
KELNEA ,S.Sos
Wakil
Ketua II DPRD Kabupaten Nduga
|
Anggota TIM
|
|
3
|
Emus M Gwijangge,ST
Anggota
DPRP PROPINSI PAPUA
|
Anggota TIM
|
|
4
|
RONI
LOKBERE S.Kom
Tim
Lapangan
|
Anggota TIM
|
|
5
|
ARTEPAN
TABUNI S.Ip
Tim
Lapangan
|
Anggota TIM
|
|
6
|
WAINUS
LOKBERE
|
Anggota TIM
|
|
7
|
HERLIUS GWIJANGGE
Tim
Lapangan
|
Anggota TIM
|
|
MENGETAHUI
KEPALA DISTRIK MBUA
ERIAS GWIJANGGE, SIP
NIP. 197703232010041001
|
Line Vidio KLIF
SILAKAN buka
Wawancara Net Tivi dg Roni Lokbere
Ham di papua
Data Line Pihak Kesehatan Propinsi
Papua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar